Ada Kalanya

09.07 kataku rasa-rasa 0 Comments

Pernah ngerasa dihina karena sebuah kalimat yang merendahkan?
Lagi-lagi sosok yang bernama sahabat. Manusia selancang mana yang berani bilang "hei kampret, masih idup lo?" Atau "hei gilak, kapan mati?" . Haha it's so funny. Tapi gak buat semua orang. Katanya sih itu tanda ke akraban. Tanda yang gak banyak orang hiraukan.

Untuk ukuran persahabatan memang gak perlu ada yang namanya formalitas. Buat apa terlalu sopan kalau akhirnya malah bikin kaku. Santai aja kaya di pantai, ya gak? . Toh dalam persahabatan ,  antara pelakunya udah gak kenal yang namanya batasan. Baik buruknya sudah tau pasti, taunya pakek banget nget nget. Tapi pernah gak sih terfikir di benak kita sekalian. Ada kalanya ucapan , kata demi kata yang terlontar dari mulut kita untuk sahabat yang kita sayangi begitu menyinggungnya. Sedang orang lain menganggapnya hal yang biasa di ungkapkan dalam persahabatan yang gamblang dan  sehina itu.

Hati setiap orang itu memiliki tingkat kesensitifan masing-masing. Kalau menurutku sejauh ini, persahabatan yang terjalin di era ini sudah kelewat batas dan menyimpang dari makna persahabatan itu sendiri. Gimana gak menyimpang , kita bandingkan dengan kisah para Nabi dan para Sahabatnya , pernahkah terlontar ucapan nabi yang kotor kepada para sahabatnya karena rasa keakraban serta sayangnya kepada para sahabatnya?, rasanya gak mungkin. Meski sampai detik ini aku gak paham betul tentang kisah detailnya yang jelas aku yakin hati Rasullullah saw tak pernah tersentuh oleh kata-kata keji.

Entah apa yang telah merasuki jiwa kita di era ini hingga ungkapan semacam itu kita anggap lumrah untuk di ucapkan , lebih-lebih kepada para sahabat kita. Sahabat yang kita sayangi dan sangat menyayangi kita. Bukankah sudah banyak artikel yang membahas ini sejak dahulunya. Namun rasanya semakin membudaya saja sikap-sikap ini.

Bukannya merasa sok paling benar atau gak pernah sedikitpun mengucapkan hinaan, bahkan sering kali rasanya terbawa dengan kebiasaan orang-orang sekitar. Tapi pengalaman pribadi di rendahkan lah yang membawa ku pada topik ini. Di rendahkan oleh sahabat sendiri. Mungkin niatnya tidak merendahkan tapi rasanya begitu membekas . Apalagi diutarakan pada ku yang tipenya lebih ke pemikir kelas kakap yang gak akan pernah berhenti mikirin satu perkara sampai itu benar-benar mencapai endingnya. Sakitnya benar-benar merasuk sampai detik ini.

Disini aku hanya ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya untuk orang-orang yang sudah bersusah payah dan mau ku repotkan dalam membantu ku di segala urusan yang gak bisa aku selesaikan sendiri. Maaf jika ada kata per kata yang membuat hati kalian luka , mungkin sampai membekas hingga saat ini. Dan ucapan terima kasih pada sahabat yang berucap seperti yg ku sebutkan di atas, teruntuknya

"Kata - kata mu sungguh menguatkan, membuatku punya tekad untuk menjadi lebih baikku yang sekarang. Dan suatu saat nanti aku akan buktikan bahwa aku mampu untuk melampaui batas kemampuanku"

0 komentar:

He's Gone

08.28 kataku rasa-rasa 2 Comments

Untuk pencinta dalam diam yang pergi diam-diam.

Pencinta dalam diam yang katanya jatuh cinta diam-diam. Mengapa harus pergi dengan diam. Perlahan menghilang dengan sikap yang tak bersahabat dan dingin. Jangankan berpamitan, melambaikan tangan saja tak dia lakukan. Tidak sopan. Sikapnya sungguh tak sopan, bukankah dirinya sudah dibekali segudang ilmu tatakrama bahkan hukum tentang tindakan yang dilakukan jika melanggarnya. Tak bergunakah pasal-pasal yang dia pelajari hingga ucapan yang semestinya harus dia ucapkan sebelum berpisah, itu tak dia ungkapkan , atau haruskah aku menuntutnya di pengadilan atas tindak ketidak sopanan atas tindakannya. Haha bodohnya tindakan itu jika benar ku lakukan. Menuntutnya dengan alasan konyol yang tak harus melibatkan hakim di pengadilan. Di tambah dengan kebodohan meminta permohonan keadilan pada sosok yang salah disana, karena dialah hakimnya. Dia yang memutuskan tanpa pertimbangan. Mungkin pikiran dan hatinya sudah tak memihak lagi padaku. Pada sosokku yang tak berpengaruh dalam hidupnya. Aku hanya sosok yang sempat dia cintai dalam diam, yang saat ini telah menjadi sosok yang terbuang dalam diam.
Hei pencinta dalam diam, sudah muakkah mencintaiku dalam diam? Hingga akhirnya memilih untuk pergi diam-diam. Meninggalkan jejak yang anjing pelacakpun tak bisa menemukan bekasnya. Sulit, rumit , dan abstrak. Kini dia telah menjadi hal yang tak dapat di raih lagi, jauh jauh sekali . Bukan raganya yang aku cari , tapi sebuah rasa , rasa cinta yang membuatku jatuh diam-diam perlahan dan semakin dalam.
Jahatnya dia yang mencitai ku diam-diam , menenggelamkan ku pada rasa yang membahagiakan , nyaman dan rasa ingin selalu  menetap. Lalu dia berikan kesedihan yang mendalam, membuat dadaku sesak , terdiam dalam kesakitan.
Dia pergi bahkan ketika tak ku bukakan pintu keluar , pergi dari hati yang kini telah kosong dan merindukan akan sosoknya . Dia telah pergi , pergi untuk waktu yang lama , lama sekali .

Inikah akhir dari sebuah kisah cinta dalam diam ? Yang harus berakhir dalam rasa yang hanya bisa diam , diam menahan rasa perih , sedih dan sakit yang menindih dada.

Aku seseorang yang berharap akan datangnya secercah harapan akan asa , akan datangnya sesosok hati yang mencintaku dalam diamnya yang menenangkan itu. Kembali , layaknya pulang kerumah . Rumah yang selalu merindukan hadirnya . Dan jika dia telah kembali , akan tertutuplah pintu itu selamanya . Mengurung rasanya dan berharap dia tak akan pernah keluar dan jauh lagi .

2 komentar: